Kabupaten BalanganSeni & Budaya

Mengenal Basisingaan, Budaya Lokal Khas Balangan Dalam Resepsi Pernikahan

0

BALANGAN, REPORTASE9.COM – Masyarakat Desa Buntu Karau, Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan memiliki sebuah budaya lokal yang menjadi kebiasaan masyarakat dan ciri khas dengan keunikannya tersendiri, yakni Basisingaan gang digelar setiap ada resepsi pernikahan.

Dalam rilis pada Sabtu (4/5/2024), Basisingaan sendiri memiliki kemiripan dengan Barongsai tradisi khas masyarakat Tionghoa, namun yang membedakannya adalah dari hewan yang digunakan jika di Barongsai menggunakan bentuk hewan mitologi Naga sedangkan Basisingaan menggunakan bentuk hewan raja rimba atau singa.

Pertunjukan Basisingaan biasanya dimainkan oleh 12 orang yang terdiri dari enam orang pemain untuk memainkan Sisingaan.

Tiap ekor singa dimainkan oleh tiga orang, tiga orang bagian kepala, sedangkan tiga pemain yang ditengah bersifat sebagai pembantu.

Selain itu, enam orang lainnya ada yang bertugas sebagai pengiring musik gamelan, seorang badut dengan topeng dan kostum menyerupai seekor monyet, pemukul gong dan kepala rombongan Kerangka Sisingaan.

Salah satu pelaku seni Basisingaan, Simbar, beliau adalah warga Desa Muara Ninian yang sudah belasan tahun menggeluti kesenian tersebut.

“Basisingaan merupakan kebudayan orang bahari (dulu) yang sering digelar di acara pernikahan sebagai salah satu hiburan masyarakat,” sampainya.

Simbar melanjutkan, sebelum Basisingaan di pertunjukan maka ada sebuah ritual tersendiri yang perlu digelar yaitu Piduduk (Sesajen) guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

“Sebelum Basisingaan kita gelar biasanya kita perlu persiapkan Piduduk sebagai sarana untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan seperti kerasukan dan lain-lain,” lanjutnya.

Ia pun melanjutkan kebudayaan Basisingaan ini selain ada di Kecamatan Juai, juga ada Kecamatan Lampihong sampai saat ini.

“Basisingaan ini ada juga di Kecamatan Lampihong dan masih dari kita juga yang menjadi pemainnya,” tambahnya.

Dibalik kisah Basisingaan, Simbar menjelaskan dahulu kala ada seorang anggota kerajaan bernama Humpang yang diberi tugas oleh sang raja untuk merawat singa, dari hal itulah ketika Basisingaan digelar maka harus ada Humpang (pawang).

“Kisah Basisingaan sendiri mirip dengan kisah pewayangan, yang mana ada seorang bernama Humpang yang diberi tugas untuk memelihara singa,” paparnya.

Pembuatan Basisingaan sendiri mengalami perubahan dari zaman ke zaman yang awalnya terbuat dari Walatung (rotan) namun sekarang untuk mempermudah pembuatan maka dibuatlah dari kayu yang diukir membentuk kepala singa. (Sumber : infopublik.id/MC Balangan)

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You may also like