Kabupaten Tanah BumbuLingkungan

M Supian : Tanbu dan Kotabaru Alami Cuaca Unik Menurut Perhitungan BMKG

0

REPORTASE9.COM – Badan Penangggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) Jumat tadi menyampaikan terkait cuaca di Tanah Bumbu, yang tergolong unik menurut hasil Rakor BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) Provinsi Kalimantan Selatan.

Diketahui ungkap Seketaris BPBD Tanah Bumbu, M Supian, Angin Muson Timur pada umumnya berhembus pada bulan April sampai dengan Oktober, maka bisa dipastikan bahwa musim kemarau di Indonesia akan berlangsung antara bulan April sampai dengan Oktober. 

“Seperti yang sudah lama kita pelajari pada pembelajaran iklim di sekolah, masing-masing musim kemarau maupun musim hujan akan berlangsung selama enam bulan, namun hari-hari ini, khususnya di daerah Kabupaten Tanah Bumbu masih mengalami cuaca hujan yang berkepanjangan,” terangnya,

Seketaris BPBD Tanah Bumbu, M Supian

Dimana seharusnya ucap M Supian, bulan Juli semua daerah kabupaten juga telah mengalami musim kemarau.

Pemerintah Kabupaten Tanbu sendiri pada bulan Mei yang lalu lanjut M Supian, menghadapi terpaan musibah banjir di beberapa kecamatan, terutama di daerah Satui dan sekitarnya, akibat curah hujan yang begitu besar.

“Ramalan cuaca melalui BMKG, pada tahun kemaren seharusnya kita sudah masuk musim kemarau yaitu di Bulan Juli-Agustus, namun sampai Juli ini, kita masih mengalami cuaca penghujan, hujan hampir setiap hari turun, jadi kembali di perkiraan BMKG itu, mungkin musim kemarau kita berada ke bulan September,” ungkapnya.

Supian melanjutkan, bahwa keadaan seperti ini kontradiktif, dimana tidak seperti pembelajaran yang ditemui di bidang sekolah, tetapi saat ini justru mengalami perbedaan.

Dalam Rakor BMKG yang di hadiri seluruh pejabat BPBD Provinsi tersebut tambahnya, disampaikan bahwasannya cuaca di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru tidak dibahas, sebab cuaca di kedua daerah ini memiliki keunikan.

“Karena kita berhadapan dengan Laut Jawa dan Persimpangan Selat Sulawesi, kita berada di sisi dua laut, bisa berdampak pada perubahan iklim yang cepat. Jadi fenomena iklim di Tanbu ini mengalami perubahan cepat sehingga menjadi agak unik di bandingkan dengan daerah pada umumnya, hal ini langsung di sampaikan oleh pihak BMKG Banjarbaru yang menyebut Tanbu dan Kotabaru bercuaca unik,”kata Supian.

Ia menjelaskan, jika di daerah Hulu Sungai sudah terjadi musim kemarau, namun di Tanah Bumbu masih menghadapi musim hujan.

Hal ini tambahnya, merupakan masalah bagi BPBD Kab Tanbu, karena jika mengikuti Instruksi dari provinsi maka Program kerja BPBD masuk dalam situasi menetapkan kabupaten pada Siaga Karhutla, namun karena Tanbu masih dalam cuaca hujan, sehingga belum bisa menetapkan untuk Siaga Karhutla,

“Ini kan kejadian alam, daerah pantai kita menghadap Laut Jawa dan Sulawesi, sudah sejak dahulu laporan terkait Tanbu terlambat mengalami kondisi perubahan cuaca di ungkapkan,” cetusnya.

BPBD Tanbu juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih waspada, sebab baru-baru ini oleh BMKG menginformasikan ketinggian gelombang yang mulai naik untuk Laut Jawa yang berada tepat di hadapan Pulau Kalimantan.

Ketinggian gelombang tersebut ucapnya, di kabarkan mencapai 1 Meter hingga 2,5 Meter, informasi gelombang ini merata ke seluruh indonesia.

“Terkhusus untuk kemungkinan terdampak pada pantai kita, yaitu daerah perairan pantai di Kecamatan Kusan Hilir, Sungai Loban, Angsana dan Satui,” terangnya.

Ia juga menghimbau bagi para nelayan untuk berhati hati dan waspada saat melaut.

“Terlebih lagi untuk nelayan kita, tolong berhati-hati saat mencari ikan ke laut lah, termasuk masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman pantai,” ingat Supian.

Wanto selaku Warga Gang Karang Jawa Kecamatan Simpang Empat, mengungkapkan bahwa terjadinya perubahan iklim tersebut, salah satunya akibat dari perbuatan/ulah manusia sendiri, yang kurang bisa memperhatikan maupun menjaga lingkungan alam, sehingga menyebabkan ketidak seimbangan iklim.

“Bisa saja ini terjadi karena tangan manusia, yang kurang peduli akan lingkungan dan menjaga alam, padahal akhir Bulan April ini seharusnya kita sudah memasuki Kemarau,” kata Wanto.

Ratna warga Desa Mattone mengatakan, perubahan iklim yang tidak menentu ini, dikarenakan Pemanasan Global yang terjadi pada Bumi.

“Ini kan, bisa terjadi karena Pemanasan Global, sehingga cuaca tidak bisa di tebak lagi, pernah pada tahun-tahun lalu, daerah ku banjir dan jalan putus, akibat air laut pasang dengan curah hujan yang tinggi hampir setiap hari, lalu meluap lah air laut ke jalan dan rumah warga, dua tahun ini kurasa curah hujan memang tinggi pang,” ujar Ratna.

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You may also like