EkonomiNasional

Ekspor Perdana Patin Ke Arab Saudi

0
Ekspor ikan patin perdana ke Kerajaan Arab Saudi ini dilepas di Instalasi Karantina Puspa Agro Sidoarjo, Jawa Timur

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan ekspor perdana Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Indonesia ke Kerajaan Arab Saudi untuk kebutuhan makanan jamaah haji asal Indonesia. Ekspor perdana ini dilepas di Instalasi Karantina Puspa Agro Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (27/5).

Ekspor perdana ini disaksikan langsung Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP merangkap Plt. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama, Muhajirin Yanis, dan Sekjen Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI), Azam B. Zaidy, serta Ketua Bidang Budidaya Patin APCI, Imza Hermawan.

Budidaya ikan patin selama ini lebih banyak untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri

Plt. Direktur Jenderal PDSPKP, Nilanto Perbowo mengatakan, ikan patin hasil budidaya selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

Mengingat produksinya yang semakin meningkat, kini ikan patin Indonesia tak lagi hanya untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, melainkan juga dapat diekspor ke Arab Saudi.

Dan ekspor perdana kali ini menurutnya adalah buah kerja sama APCI dan SMART-Fish Indonesia yang menangkap potensi patin Indonesia untuk memenuhi kebutuhan ikan jamaah haji Indonesia.

Sejauh ini, kebutuhan pasokan patin untuk jamaah haji Indonesia diperkirakan mencapai 540 ton. Untuk memenuhinya, pihak APCI telah menyiapkan pasokan sekitar 300 ton patin yang terdiri dari 150 ton cut portion dan 150 ton fillet.

Dalam ekspor perdana ini dikirim sekitar 3 kontainer (± 63 ton) patin. Sisanya akan dikirim secara bertahap.

“Komoditas patin ini sendiri baru untuk kebutuhan jamaah haji. Harapannya dengan ekspor perdana ini nantinya bisa merambah ke negara-negara lain,” ujar Nilanto.

Perlu diketahui, pada tahun 2017, permintaan impor catfish global mencapai 640,87 ribu ton dengan pasar utama Amerika Serikat (17 persen), Meksiko (9 persen), Tiongkok (8 persen), Brasil (7 persen), dan Arab Saudi (5 persen). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 48 persen dipasok dari Vietnam, 36 persen dari Myanmar, dan sisanya dari negara lainnya.

Pada 2018, total permintaan impor catfish global meningkat menjadi 641,31 ton, dengan negara tujuan utama Amerika Serikat (19,08 persen) dan Tiongkok (18,97 persen). Sedangkan permintaan impor Arab Saudi hanya sebesar 4.503 ton (0,7 persen) atau turun 85 persen dibandingkan tahun 2017 (UN Comtrade, 2019).

Melihat peluang ini, Nilanto mendorong agar para pelaku usaha dan pembudidaya patin mendorong produksi patin dalam negeri agar patin Indonesia bisa turut ambil bagian dalam memenuhi kebutuhan patin global.

“Pangsa pasar ekspor untuk patin sudah sangat jelas. Dengan potensi patin dalam negeri yang sangat tinggi, apabila kita mampu menggenjot produksi, tidak mustahil ke depan kita bisa menjadi pemain utama untuk komoditas ikan patin,” tandas Nilanto.

Pelepasan ekspor perdana ini juga disaksikan oleh pihak MUI dan Kemenag RI (foto : hum)

Sementara itu, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama, Muhajirin Yanis menyebut, ikan patin dibutuhkan untuk menunjang pelayanan bagi jamaah haji sebagai sajian menu masakan bercitarasa khas Indonesia.

“Tahun ini sajiannya akan semakin lengkap dengan tersedianya bahan baku ikan patin asli Indonesia. Nantinya selama jamaah haji Indonesia berada di Arab Saudi, sajian makan kurang lebih sebanyak 75 kali makan sampai mereka kembali, di mana 5 kali dalam seminggu mencicipi sajian menu ikan, dalam hal ini ikan patin,” jelas Muhajirin.

Beberapa waktu belakangan, produksi patin Indonesia memang menunjukkan tren peningkatan. Pada 2018 lalu misalnya, produksi patin Indonesia meningkat 22,2 persen menjadi 391.151 ton dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebesar 319.966 ton .

Ketua Bidang Budidaya Patin APCI, Imza Hermawan mengatakan, peningkatan hasil budidaya patin ini terjadi berkat upaya penggunaan induk dan benih yang berkualitas untuk menekan Feed Conversion Ratio (FCR) sehingga efisiensi produksi meningkat.

“Induk dan benih berkualitas ini faktor utama penentu kesuksesan budidaya, utamanya dalam meningkatkan efisiensi pruduksi. FCR bisa ditekan, jika benih yang digunakan berkualitas,” ungkapnya.

Kabupaten Banjar sebagai salah satu sentra budidaya patin terus meningkatkan kualitas ikan patin salah satunya dengan penggunaan teknologi micro bubble (foto : net)

Adapun sentra utama produksi patin Indonesia tersebar di wilayah Kabupaten Tulungagung (JawaTimur), Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Kabupaten Kampar (Riau), Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muaro Jambi (Jambi), Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Banyuasin, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Pringsewu (Lampung) dan Kabupaten Banjar (Kalimantan Selatan).

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You may also like

More in Ekonomi